Rss

Senin, 21 Juli 2014

Prolog

Aku melihatnya.

Aku melihat mereka. Sungguh aku melihat mereka. Yang menangis keras didepan dua jasad yang kutebak orangtua mereka. Tepat disamping motor yang hancur. Dan aku jelas melihat bagaimana kejadian itu terjadi. Tapi kakiku menjadi kaku sejak melihat kejadian tadi. Entah mengapa aku menjadi terasa lumpuh. Tapi aku tidak lumpuh. Parahnya lagi yang sangat mengagetkan aku. Mengapa tidak ada yang menghampiri dua anak dibawah balita itu??



Handphone ada ditangan kananku. Entah kekuatan dari mana, tapi tanganku bergerak memencet salah nomor ambulan di kontakku. Lumpuhku seketika hilang. Mengatakan ada kecelakaan di jalan tepat dimana aku berdiri sekarang dan membutuhkan ambulan sekarang juga. Aku mematikan sambungan setelah Ia bilang akan datang dalam 10 menit. Bagaimana mungkin nyawa bisa bertahan dalam sisa waktu itu??

Tapi aku tidak begitu bodoh. Setelahnya aku menekan 119 untuk memanggil polisi demi mengatakan bahwa ada kecelakaan di lokasi yang akhirnya kusebutkan.

Setelahnya aku berlari dan langsung memeluk dua balita yang masih menangisi jasad yang akhirnya kutahu. Pilihan sia-sia memanggil ambulan sekarang. Nyawa itu yang tadi aku usahakan untuk tetap bertahan, ternyata tidak ada.

Aku memeluk mereka dengan erat. Tak kuperhatikan kerumunan yang mulai mengelilingi aku. Dan tak kupedulikan juga akan pakaianku yang pasti sudah tidak sebersih tadi. Karena yang aku pikirkan sekarang adalah bagaimana aku  bisa menghentikan tangis kencang yang memilukan ini.

Ini terlalu menyakitkan. Bagaimana mereka akan hidup setelah ini,,,,

Tanpa orangtuanya.
###########

0 komentar:

Posting Komentar