Rss

Senin, 21 Juli 2014

Part 3: Met With Stranger

Shubuh menjelang begitu saja saat kedua mata ini belum tertutup Sama sekali. Tetap dengan keadaan tubuh yang berbaring sempurna diatas kasur. Masih dengan selimut tebal yang tetap melindungiku dari serangan udara
malam Bandung. Masih gerak sana, gerak sini tidak jelas yang menandakan bahwa aku masih belum menemukan posisi ternyaman untukku tidur.



Dan tepat saja saat awal kalimat adzan berkumandang, aku terbangun begitu saja dari posisiku.

"Aaah, Shubuh." ingatku. Sambil terdiam cukup lama untuk mengingatkan kembali padaku dan bersegera bangun dari kasur lalu pergi ke kamar mandi untuk mengambil whudu' pertamaku di pagi hari yang ternyata masih terasa dingin. Sangat dingin bahkan.

"Uuuh, shalat shubuh dulu. Seperti biasa, Bandung selalu dingin." keluhku entah ditujukan pada siapa. Mengingat aku hanya sendiri di kosan ini. Lalu mengambil whudu'.

Aku masih terpekur diam setelah shalat masih dengan sajadah yang kududuki. Aku melupakan satu masalahku dalam urutan pengaduanku pada Allah. Aku melupakan itu. Tidak biasanya seperti ini. Atau memang sengaja tidak mengadu karena 'itu' bukan masalah?

Aneh-aneh saja. Jelas 'itu' adalah masalah. Mengingat si 'itu', okay sekarang namanya kuganti menjadi si 'itu' dari si 'Fian-Fian itu', yang melamarku dengan sangat tidak wajar. Maksudku, wajarnya seseorang itu melamar dengan Cara dia bertemu langsung bukan dengan lewat media tidak jelas seperti Omegle.com itu. Atau mungkin biasanya ada yang menjadi media pengantarnya. Misalkan lewat guru ngajinya gitu. Atau pamannya gitu. Bukan lewat media chat tidak jelas seperti Omegle.com. Okay. Maaf Omegle.com bukan maksudku untuk menjelek-jelekkan mediamu. 

Dan lagi, masalah yang sekarang kupikirkan hingga aku tidak bisa menemukan posisi tidur ternyamanku adalah,
FIAN YANG INGIN MENEMUIKU BESOK DI DEPAN KAMPUSKU SENDiRi.

Ralat. Fian yang ingin menemuiku pagi menuju siang hari ini didepan kampusku sendiri.

Okay. Itu lebay.

Sebenarnya aku mungkin tidak seharusnya bersikap berlebihan seperti tadi. Tapi, Ya Allah. Ini Fian. Fian. Cowok asing yang baru 2 minggu kemarin aku kenal dan langsung mengajakku menikah. Tanpa tahu wajah masing-masing. Tanpa tahu kehidupan masing-masing. Tanpa tahu bagaimana normalnya keluarga masing-masing. Tanpa tahu bahwa aku memiliki tameng sekuat dan seberat lebih bahkan dari baja. Yang membuat si Fian-Fian ini, sekarang kukembalikan julukannya, tidak mudah begitu saja bisa menikahiku.

I mean, we don't know each other. Right?

Dan sepertinya aku mulai mengantuk.

############

Mataku terbuka begitu saja, saat mendengar suara dering handphone yang baru kuketahui keberadaannya yang berbaring diatas meja belajarku. Aku bergerak secara pelan untuk mengambil HP dan untuk melihat siapa yang meneleponku di pagi hari yang sangat cerah ini. Bahkan sangat pagi untuk kubilang sangat
cerah. 

My Mama Phone.

Oh. Mama ternyata.

"Assalamu'alaikum, Ma. Ada apa?" jawabku masih dengan suara sumbang khas bangun tidur.

"Wa'alaikumsalam. Kak, lagi dimana?" suara khas Mama yang sedikit tinggi nadanya mulai masuk kependengaranku.

"Masih di kosan. Kenapa Ma?"

"Astaghfirullah,, Kak, kamu baru bangun tidur??" suara kaget Mama membuatku merasa aneh.

"Iya. Kenapa? Ini kan masih pagi, Ma. Wajar dong kalo Utet baru bangun tidur,," protesku.

"Ya Allah... Kamu salah liat jam itu Kak. Ini bukan masih pagi. Udah jam 9. Kamu ini gimana sih?"

"Hah?? " dengan kecepatan super kilat, kepalaku berbalik maksudku menengok 90 derajat untuk memastikan pendengaranku mengenai jam.

Tepat. Pukul 09:06.

"Astaghfirullahaladzim. Mama. Aku ada janji ketemu orang jam 10. Aduh gimana, aduh gimana??" aku jadi panik sendiri ketika melihat angka 10 saat melihat jam. Aku ingat ada janji temu dengan si Fian-Fian itu jam 10 pagi ini.

"Kamu ini, anak perawan. Bangunnya siang banget sih Kak. Apa kata Ayah kalo denger ini coba?" okay. Kalo udah ada kata 'kamu ini, anak perawan', akan ada ceramah panjang yang akhirnya bisa membuang semua waktuku.

Oh.

"Mama." seruku. "Mama, ada apa nelpon Utet pagi ini. Hmm, maksud Utet jam segini?" aku mencoba mengalihkan perhatian mama tentang ceramah panjang yang baru hendak dilaksanakannya.

"Oh iya. Itu Kak. Bisa tolong telpon Abang Dhillah? Telepon Mama gak diangkat mulu."Yosh. Misi pengalihan terlaksanakan.

"Oh? Abang Dhillah? Bisa kok. Kenapa emang Sama Abang Dhillah?" ujarku berusaha mengikuti alur pembicaraan Mama.

"Kemarin Bi Dewi lapor ke Mama, kalo Abang Dhillah kemarin abis berobat. Kata dokternya kena gejala thyfus. Bisa ditelpon ga tanyain kabarnya? Diminum obatnya ga gitu?"

"Iya. Bisa kok Ma." uh. Suara Mama jadi agak melemah gini. Sepertinya keadaan Abang cukup memprihatinkan kalau bisa membuat Mama sekhawatir ini.

Oh iya. Aku lupa. Tahun lalu Abang Dhillah itu kan sehabis dirawat karena thyfus.

"Okay, Ma. Nanti kira-kira agak sore. Utet telpon. Atau sebelum dzuhur ini deh. Utet bakal telpon Abang. Dan mastiin kalo abang rajin minum obatnya". Pastiku.

"Oh. Yaudah, jangan lupa ya Kak ya. Sekarang Kakak mau berangkat kuliah?" pertanyaan Mama berubah.

"Eh? Engga sih. Utet kuliah abis dzuhur. Jam 10 ini, cuma ada ketemu aja Sama orang."

"Yaudah. Mama tutup ya. Jangan lupa kabarin Mama kalo udah telpon Abangnya. Assalamu'alaikum.."

"Iya, Ma. Waalaikumsalam" lalu sambungan terputus. Maksudnya diputus.

Aku bernafas lega. Karena bisa membuat rasa khawatir Mama sedikit berkurang. Aku hanya takut Mama jadi lebih lelah dari biasanya. Mengingat kondisi Ayah yang cukup drop. Ayah mengidap penyakit jantung. Sudah lama. Tapi baru drop kemarin-kemarin ini. Sempat menjalani operasi by pass bahkan. Maka dari itu, aku harusnya bisa meringankan rasa khawatir Mama, dan menanggung sisa rasa lelah yang harus dirasakan Mama. Dengan mengambil beberapa tanggung jawab Mama terhadapa ketiga Abangku yang masih berada di Bandung.

OH. MY. GOD.

Jam 09:36.

Aku belum mandi. Aku belum siap-siap. Dan aku baru menyadari satu hal. 

Ternyata aku masih memakai mukena tadi shubuh. Berarti aku tidur dari habis shubuh sampai tadi dengan beralaskan sajadah?? Berapa lama aku tidur? Dan aku tidak mau menanggung sakit badan setelahnya.

Aku ingin pingsan sekarang juga.

###########

Aku terpaksa berjalan tergesa mengingat aku sudah terlambat 30 menit dari jam yang ditentukan. Bahkan sepertinya ini bukan lagi berjalan tergesa. Tapi ini berlari.

Apalagi mengingat kejadian tadi di kosan. Begitu ingin membuatku meluapkan amarah. Bagaimana tidak? Ketika menyiapkan beberapa tugas kuliah, aku melupakan tempat dimana aku menyimpan buku semalam. Ya, aku mendadak mengidap penyakit alzheimer dalam beberapa jam. Lalu, demi menemukan buku Statistika Nonparametrik karya Sidney Siegel yang kucari, aku mengobrak-abrik seluruh isi kosanku hingga menarik perhatian Diyah untuk melihatku dikamar.

Ugh. Sepertinya aku harus melupakan hal tadi pagi yang menuju siang. Perasaanku benar-benar tidak terkontrol sekarang.

Dan sekarang, aku tepat berada didepan kampusku. Tepat sekali didepan nama kampusku. aku melirik kanan dan kiri berharap dapat menemukan sosok Fian-Fian yang sebenarnya tidak mungkin dapat kukenali. Mengingat alamat emailnya tidak berisi foto tentang dirinya. Yang jelas, aku buta mengenai sosok Muhammad Alvian Qusyairi ini.

Kurogoh HP yang kusimpan di kantong rok panjang warna coklatku.

Kubuka email-Ku.

Kuharap ada satu email dari Fian-Fian itu. Tunggu. Kenapa aku jadi mengharapkan sesuatu dari orang asing seperti Fian-Fian ini ya?

Ah. Satu email baru.

Fian.


Kamu terlambat 30 menit.


Lhoo? 10:31.
Aku tidak salah lihat kan? Dikirim pukul 10:31?? Berarti barusan dong???

Aku kembali melirik kanan dan kiri sekitarku. Aku melihat banyak orang didepan gerbang kampus ini. Fian adalah laki-laki. Dan sedari tadi aku melihat banyak laki-laki yang berlalu lalang didepanku. Diseberang gerbang kampus yang terdapat banyak warung kecil, warung nasi, dan beberapa cafe. Disana juga yang kulihat, banyak laki-laki. Namun, bagaimana aku bisa menemukan sosok Fian jika wajahnya saja aku tidak tahu.???

Mungkin seharusnya aku mengabaikan ajakannya untuk bertemu. Aku ingat pesan Nja. Jangan-jangan dia meminta bertemu itu untuk melakukan hal yang tidak-tidak seperti dalam berita baru-baru ini? Jika seperti itu adanya, lebih baik segera pulang. Tidak. Masuk kedalam kampus dan berjalan menuju masjid kampus. Untuk menghabiskan waktu selama menunggu waktu masuk mata kuliah pertama hari ini, dengan membaca atau mungkin mendengar lantunan ayat al-qur'an yang biasa aku dengar di masjid kampus.

Ya, itu lebih baik.

Aku melangkahkan kaki kananku,,

"Utet!" satu panggilan untukku. Aku tidak yakin kalau dikampus ini ada nama yang dipanggil sepertiku. Setidaknya aku tahu, aku bukan satu-satunya anak keturunan batak yang kuliah di kampus ini. Namun, kebiasaan panggilan 'Utet' hanya ada aku. Karena biasanya mereka memanggil nama 'Butet', tetap dengan 'Butet'. Mungkin sih.

Jantungku berdegup keras. Aku takut yang memanggilku tadi adalah laki-laki bernama Fian-Fian itu.

"Utet" suara itu lagi. Tapi, suara ini sepertinya aku mengenalnya deh. okay. Balikkan badan perlahan. Dan,,

"Tuh kan bener. Aku kira bukan lhoo. "

Soni. Soni Novianto. Laki-laki yang sebenarnya sedikit pendiam di kelas. Yep. Dia sekelas denganku. Dan dia juga terdaftar sebagai salah satu anggota di UKM LDK atau Lembaga Dakwah Kampus.

"Ya. Ini aku. Ada apa?"

"Engga ada apa-apa sih. Cuma mau nyapa aja. Kan jarang ya kita ngobrol.." dia mengatakan kalimat itu dengan senyum yang begitu manis menurutku. Mengingat dia memang memiliki wajah yang lumayan.

"Ah, iya. Kita jarang ngobrol." aku malah mengulang kalimat tadi. Degup jantungku kini sudah berjalan normal. Tidak secepat tadi. Maka dari itu, aku tidak ada persiapan untu mengikuti alur percakapan tiba-tiba dengan
Soni.

"Oh ya, kamu lagi apa didepan gerbang kampus diem begini?"

Ah ya. Tujuanku kedepan kampus itu karena ada janji temu dengan seseorang yang bahkan aku tidak tahu bagaimana sosoknya.

"Aku ada janji ketemu Sama orang disini. Tapi orangnya belum muncul juga,, "

Ugh. Ada getaran yang terasa dari HP yang kugenggam. Aku tidak bisa membedakan ini getaran apa. Yang jelas aku memang menjadikannya mode vibrate only.

"Tunggu sebentar,," aku mengecek HP.

Satu email masuk.


Aku masih setia nunggu kok.


Satu email pesan singkat lagi. Tanpa ada petunjuk dimana dia menunggu dan seperti apa dia.

"Ada apa? Kenapa wajah kamu seperti kesel gitu?"

"Ah, tidak. Tidak apa-apa." aku hampir melupakan keberadaan Soni tadi.

"Oh. Yaudah. Aku masuk kampus dulu ya. Ada liqo soalnya". Pamitnya padaku.

"Oh iya. Silahkan. Hati-hati ya,,, " tunggu, kenapa aku melepasnya dengan kata 'hati-hati'?? Lupakan. Lupakan.

"Assalamu'alakum,,"

"Wa'alaikumsalam."

Setelahnya dia mulai berjalan menjauhiku. Dan aku mulai teringat email tersebut. Membuatku kehilangan niat untuk pergi begitu saja meninggalkan depan gerbang kampus ini. Malah memunculkan kembali rasa penasaranku akan si Fian-Fian ini.

Aku mulai melirik kanan-kiri kembali.

Nihil. Tidak ada petunjuk Sama sekali.

Satu getaran masuk lagi.

Email baru.


Aku didepan warung nasi padang depan gerbang kampus.


Oh God, Fian....

Didepan warung nasi padang itu, laki-laki bukan cuma kamu.

Lihat sekelilingmu. Ada sekitar 7 orang disana. Itupun jika hanya melihat laki-laki tanpa melirik yang berjenis perempuan. Karena didepan Warung nasi padang, ada sekitar 4 sampai 5 orang yang berjenis laki-laki tanpa ada perempuan disampingnya. Maksudku, ada sekitar 2 orang yang berdiri disana bersama pasangannya. Atau teman perempuannya. Dan selebihnya tidak. Hanya sekumpulan laki-laki.

Tidak. Tidak. Ada satu orang yang benar-benar sendirian tanpa pasangan atau kusebut tanpa teman?

Ya. Dia memakai kemeja kotak-kotak berwarna biru tua dengan lengan baju yang digulung hingga siku. Dipadukan dengan celana jeans hitam. Dan sepatu kets. Ada tas ukuran sedang terselempang dipunggungnya.

Sekarang dia menundukkan wajahnya dengan HP yang ada ditangannya. Seperti sedang mengirimkan sesuatu, atau mengetikkan sesuatu?

Ah. Aku terkejut dengan getaran HP yang masih di genggamanku.

Satu email baru.


Yep. Itu aku. Apa haruskah aku yang menghampirimu?


OH. My. God.

Kulihat lagi sosoknya. Mana wajah imut berumur 18 tahun yang kemarin membayang-bayangi pikiranku???

0 komentar:

Posting Komentar