Rss

Senin, 21 Juli 2014

Part 2: Strange Stranger

Jam menunjukkan pukul 11:16, saat aku keluar dari ruang rapat rutin BEM. Aku baru selesai membahas kesulitanku saat menyelesaikan program acara minggu kemarin di rapat rutin BEM-J. Bagaimana sulitnya mengkoordinasikan panitia acara, walau tetap saja selesai dengan caraku sendiri. Dan bagaimana suksesnya acara tersebut yang ternyata juga mengundang ketertarikan dari universitas lain mengenai acara Buka Bersama dan puasa bersama anak jurusan. Sangat membanggakan memang saat acara yang dikira tidak akan menarik banyak peserta ternyata dapat menarik tamu dari universitas lain yang sedang ada acara di Fakultas untuk mengutarakan planning yang sama untuk universitasnya.



Namun, semua kebanggaan itu menguap begitu saja saat aku mengulang kembali isi dari percakapan aku dengan si stranger yang ternyata bernama Fian. Muhammad Alvian Qusyairi. Anak muda yang bahkan baru kemarin beranjak dewasa namun sudah melamarku yang Sama sekali Ia belum kenal. Oh God. Adakah kesalahanku dimasa lalu hingga aku bertemu dengan laki-laki seperti dia. Yang ternyata niat dia melamarku itu serius. Aku masih tidak percaya sebenarnya. Sangat tidak percaya bahkan. Lagipula siapa sih yang bisa percaya apa yang sudah terjadi padaku kemarin itu pure kenyataan??

Bukankah biasanya yang muncul di Omegle itu pure for fun bukan? Itu menurut artikel yang kubaca sih. Tapi, memang ada orang yang berlabelkan 'waras' mencari pasangan hidup di Omegle??

Okay. Abaikan saja.

"Isshh,, Utet! Dengerin ga sih?" aku tersadar dari lamunanku dengan suara tidak enak milik Omon. Okay. Perlu kujelaskan. Omon ini salah satu teman satu kelasku yang paling menyebalkan. Karena dia orangnya suka banget ganggu. abaikan.

Tunggu. Aku berjalan tanpa sadar dan sudah sampai di gedung jurusan? Hebat. Aku bisa sampai kesini dengan selamat tanpa tersandung sedikitpun. Bahkan aku tidak ingat kapan si Omon-Omon ini datang. Kesadaranku benar-benar hilang karena si Fian-Fian anak ingusan itu.

"Ya?" tanyaku untuk memastikan dia tadi ngomong apa denganku.

"Aihh,, aku bilang, aku laper. Ayo makan yuk. Kita ke kantin." katanya mengulang ajakannya yang awal karena aku tidak mendengarnya.

"Laper sih. Ayok deh,,"

"Tapi kamu yang bayar ya??" tanyanya dengan mata berbinar. Uh. Makanan gratis aja, Ia bersemangat gini. Dikira aku gudang uang apa yang bisa dia minta buat nanggung bayaran makanannya?.

"Males! Bayar sendiri dong. Akhir bulan ni. Mana ada uang tambahan. Kamu ni aneh banget sih. Kalo mau minta traktiran tuh jangan ke aku." tolakku tanpa ada alasan yang aku tutupi.

"Tapi, yaudah deh. Aku yang bayar." tambahku sebelum dia merengek yang tidak enak. Sekali-kali bikin orang bahagia tidak salah kan?

Sekalian berusaha melupakan masalah tadi malam. Biasanya kalau dengan Omon, aku bisa menumpahkan amarahku. Hehe.

Maafkan aku Omon. Aku memanfaatkanmu.

###############


Setelah puas makan bakso bersama Omon yang ternyata membawa ekorny a.k.a Kino, yang juga minta aku bayarin makannya. Beserta segala unek-unek yang kukeluarkan di depan Omon, kami kembali ke gedung jurusan untuk masuk mata kuliah Bapak Budi yang terhormat. Beliau itu dosen yang paling santai yang pernah kutemui selama aku kuliah di kampus ini. Bayangkan saja, tahun lalu Ia memegang mata kuliah jurnalistik Sastra yang setiap masuk kerjaannya kalau bukan baca karya sastra atau menonton salah satu film yang memiliki unsur sastra atau film yang sejenis dengan film 'tanda tanya'. Film yang disutradarai oleh Hanung bramantio. Okay itu tidak penting.

Beliau a.k.a Bapak Budi yang terhormat, selalu masuk kuliah dengan hanya satu buku atau yang biasa diisi oleh absen mahasiswa, asbak, Dan rokok di saku kemejanya. Aku tahu, sebenarnya itu tidak boleh. Karena memberi contoh yang jelek untuk muridnya. Tapi juga itulah yang menggambarkan bahwa beliau mengajar dengan santai.

Khusus untuk tahun ini, beliau memegang mata kuliah Pengantar Metodologi Penelitian, yang seharusnya bisa lebih serius dalam mengajar. Beliau serius untuk mata kuliah ini, namun tetap dengan standar Bapak Budi yang terhormat. Beliau tidak pernah mengusir mahasiswanya yang terlambat walau dalam mode  serius. Okay. Ini terlalu panjang. Back to the topic.

Hari ini, aku memiliki 3 jadwal mata kuliah yang berurutan. Pengantar Metodologi Penelitian, Komputer Multimedia, dan Produksi film. Tepat jam setengah 6, kuliah selesai.

Dan seperti biasa, setelah kuliah, aku akan jalan berlima dengan sahabat-sahabatku menuju gerbang kampus untuk pulang ke jalan masing-masing. Tak dapat dipungkiri, aku bercerita mengenai masalah malam itu.

"Kamu serius?" ujar Rosse,

"Hm Emm, sangat serius. Tapi ga tau sih sama si Fian-Fian nya mah. Semoga hanya untuk bercanda." tanggapku.

"Aah, si Utet ni, yaudahlah. Anggap aja becanda. Lagian siapa yang mau sama lu coba?" ini si Widi yang bilang. Parah emang. Dia mengejek aku.

"Wid, muka aja dia belum liat. Dia itu Sama sekali belum liat wujud aku, tapi udah berani ngajakin nikah coba? Berarti dia ga peduliin wujud kan?" garangku.

"Wujud? Dikira lu makhluk halus apa?" mulai lagi deh si Widi ni. Wajarnya aku dan Widi tidak pernah akur. Jadi, setiap bertemu, yang ada aku dan Widi selalu berantem. Apapun masalahnya. Dan apapun topiknya. anehnya kami bersahabat baik hingga tahun ketiga aku kuliah.

Aku diam tidak menanggapi ajakan berantemnya.

"Udahlah. Kalo emang si Fian-Fian yang kata kamu masih 18 tahun itu, serius. Kenapa enggak Coba?" Shiro mengeluarkan suaranya.

"iya tuh. Tapi kalo kata gw ya Utet, biasa aja. Jangan terlalu dibawa ribet. Dan jangan terlalu dibawa serius. Takut kayak berita sekarang-sekarang ini. Modusnya buat ketemu, tapi ujungnya malah di
perkosa". Nah. Ini si Senja.

"Woah! Parah lu Nja, jangan ngedo'ain gitu juga kali. "

"Iye, iye. Maaf Tet, bukannya ngedo'ain. Tapi supaya lu bisa lebih waspada aja gitu." okay. Sebenarnya aku mengerti maksud perkataan Senja ini.

Ada benarnya juga. Sebaiknya aku lebih waspada. Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

*******************


Hujan menghiasi malam sedari jam 7 malam tadi. Dan belum terlihat hendak berhenti, padahal jam sudah menunjukkan pukul 22:45. Sudah sangat malam. Udara menjadi sangat dingin ketika hujan masih menaungi langit di malam ini. Selimut tebal saja tak bisa menutupi dingin tersebut.

Aku yang saat ini, tengah berada di dalam selimut diatas kasur dengan bantal yang kujadikan bantalan beserta notebook yang tepat didepan mataku, menoleh saat mendengar satu suara dari arah pintu.

"Kak, masih sibuk?"

Oh. Salah satu tetangga kosan-Ku yang juga adik kelasku semasa disekolah muncul.

"Engga. Kenapa?"

"aku mau minta tolong. Boleh?"

"Apa?"

Dia mulai berjalan mendekatiku yang masih setia diatas kasur didalam selimut tebalku.

"Bisa tolong kirimin tugasku ga? Ke temen kok. Modemku lagi kritis ini. Ga da pulsa. Gimana?"

Pulsa modemnya lagi kritis katanya.

Dan dia datang hanya dengan memakai kaos oblong kebesaran atau memang dianya yang terlalu kurus? Dengan dipadukan celana training warna hitam beserta biru dipinggirannya. Rambutnya yang panjang selalu terikat rapi dibelakang. Ditangannya tergenggam satu benda yang sangat dikenal mahasiswa.  Flashdisk. Dengan bentuk figura Snoopy. Mahasiswi apa yang masih bersembunyi dibalik figura Snoopy? Jawabannya adalah mahasiswi seperti Diyah. Yang masih bersembunyi dibalik figura Snoopy-nya.

"Kak??"

Ah, aku kaget. Bahkan tersentak dari diamnya diriku. Aku terlalu sibuk menatap wujud Diyah yang tiba-tiba datang ke kamarku ini.

"Ya?"

"Bisa ga?"

"Apanya yang bisa ga?"

"Itu lhoo Kak, aku mnta tolong buat kirimin tugas aku ke email temen. Bisa?" nada bicara Diyah terdengar seperti orang yang terlalu gemes dengan lawan bicaranya.

Oh. Aku lawan bicaranya. Berarti dia tengah bergemas ria kepadaku? Begitu?

Okay. Aku terima. Mengingat responku tadi yang mungkin kurang memuaskan.

"Oh. Okay. Bisa kok" ujarku. Sambil beranjak duduk dari posisi tiduranku tadi di kasur. Lalu mengambil notebook milikku dan menyerahkan notebookku.

"Nih.." serahku. Tapi Diyah tak jua mengambil notebook dari tanganku.

"Kakak aja deh yang kirim. Aku masih ada tugas bikin Jurnal buat besok nih. Belum selesai."

Aku terdiam berusaha mencerna apa yang Diyah Sampaikan. Cukup lama bahkan aku terdiam.

Oh. Aku tahu.

"Okay. Besok pagi aku balikin deh Flashdisk-nya. Nama filenya apa?" aku meletakkan kembali notebook di tempatnya tadi.

"Ada 3 file disana, Kak. Semuanya dikirim ya. Nanti aku smsin deh alamat emailnya. Okay? Pake email Kakak aja. Okay Kak? Makasih."

Lalu dia menutup pintu kamarku kembali.

Tanpa mendengarkan kata balasan dariku. Entah karena memang dia tengah sibuk atau ada alasan lain. Aku tidak tahu.

Yasudahlah.

Aku kembali menghadap notebook Dan membuka tab baru untuk memulai membuka email milikku.

Satu email baru.

Oh. Dari si Fian-Fian anak baru dewasa kemarin.

Aku abaikan email baru darinya itu. Sekarang yang harus kulakukan adalah mengirimkan tugas Diyah kepada temannya. Sepertinya tugas kelompok. Melihat 3 file yang sepertinya berbeda isi namun berhubungan.

Sambil menunggu SMS alamat dari Diyah, aku mengambil salah satu cemilan keripik.

Hp-Ku bergetar. Tanda SMS masuk. Alamat email temannya Diyah. Okay. Waktunya menyelesaikan amanah.

Setelah terkirim. Aku kembali fokus pada kegiatanku sebelum terganggu oleh terbukanya pintu kamarku oleh Diyah Rahmawati yang berstatus sebagai adik kelas.

Ya, aku kembali memfokuskan diri pada bacaan yang sebelumnya. Aku berusaha untuk memfokuskan diri.

Email dari Fian-Fian gila gak jelas. Lupakan.

Ah, tadi aku baca sampai mana ya?

Aku kembali menelusuri kata demi kata yang terangkai menjadi satu kalimat. Yang setiap kalimatnya digabungkan hingga menjadi sebuah karya. Karya sastra, atau mungkin karya jurnalistik? Tapi yang kubaca adalah salah satu karya sastra. Aku lupa. Sampai mana tadi?

Kenapa kursornya jadi ada dibawah? Dibagian komentar? Perasaan tadi aku belum selesai baca bagian halaman ini deh?

Okay. Keatas. Scrolling.

Ah, sampai 'dia menutup pintu mobil'.

Aku kembali membaca.

Isi email dari Fian, kira-kira apa isinya? Aish... Aku jadi pensaran. Bacaanku terabaikan begitu saja akhirnya. Otakku tidak bisa diajak kompromi untuk saat ini. Karena sedari tadi otakku memerintahkan untuk membaca email baru dari Fian.

Aku mengklik tab yang tadi berisikan email milikku. Karena penasaran, kubuka email baru dari seorang Fian.

Hari ini aku pergi ke Bandung. Besok jam 10 pagi, aku
menunggu didepan kampusmu.

Fian.

dikirimnya tadi siang?

Masya Allah.


Oh God. Sudahkah aku bilang bahwa percakapan 'itu' udah lewat 2 minggu yang lalu tanpa komunikasi kembali?

0 komentar:

Posting Komentar