Teknologi berasal dari bahasa
yunani “tecne” yang berarti keahlian dan “logy” yang artinya ilmu atau
pengetahuan. Jadi teknologi dapat diartikan sebagai keahlian yang terorganisasi
menjadi ilmu yang berguna.
Teknologi adalah satu ciri yang mendefinisikan hakikat manusia yaitu
bagian dari sejarahnya meliputi keseluruhan sejarah. Teknologi, menurut
Djoyohadikusumo (1994, 222) berkaitan erat dengan sains (science) dan perekayasaan (engineering). Dengan kata lain,
teknologi mengandung dua dimensi, yaitu science dan engineering
yang saling berkaitan satu sama lainnya. Sains mengacu pada
pemahaman kita tentang dunia nyata sekitar kita, artinya mengenai ciri-ciri
dasar pada dimensi ruang, tentang materi dan energi dalam interaksinya satu
terhadap lainnya.
Definisi mengenai sains menurut Sardar
(1987, 161) adalah sarana pemecahan masalah mendasar dari setiap peradaban.
Tanpa sains, lanjut Sardar (1987, 161) suatu peradaban tidak dapat
mempertahankan struktur-struktur politik dan sosialnya atau memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasar rakyat dan budayanya. Sebagai perwujudan eksternal
suatu epistemologi, sains membentuk lingkungan fisik, intelektual dan budaya
serta memajukan cara produksi ekonomis yang dipilih oleh suatu peradaban.
Pendeknya, sains, jelas Sardar (1987, 161) adalah sarana yang pada akhirnya
mencetak suatu peradaban, dia merupakan ungkapan fisik dari pandangan dunianya.
Sedangkan rekayasa, menurut Djoyohadikusumo (1994, 222) menyangkut hal pengetahuan
objektif (tentang ruang, materi, energi) yang diterapkan di bidang perancangan
(termasuk mengenai peralatan teknisnya). Dengan kata lain, teknologi mencakup
teknik dan peralatan untuk menyelenggarakan rancangan yang didasarkan atas
hasil sains.
Seringkali diadakan pemisahan, bahkan
pertentangan antara sains dan penelitian ilmiah yang bersifat mendasar (basic science and fundamental)
di satu pihak dan di pihak lain sains terapan dan penelitian terapan (applied science and applied research).
Namun, satu sama lain sebenarnya harus dilihat sebagai dua jalur yang bersifat
komplementer yang saling melengkapi, bahkan sebagai bejana berhubungan; dapat
dibedakan, akan tetapi tidak boleh dipisahkan satu dari yang lainnya
(Djoyohadikusumo 1994, 223).
Sedangkan
teknologi menurut Iskandar adalah cara melakukan sesuatu untuk memenuhi
kebutuhan manusia dengan bantuan alat dan akal. Dan teknologi menurut D.
Mahayana adalah keahlian yang disistematisasi dan diorganisasi menjadi
pengetahuan yang berguna.
Dari pandangan instrumental,
teknologi adalah set dari artifak-artifak yang secara intensif didesain dan
diproduksi untuk melaksanakan fungsi dan pemuas kebutuhan manusia. Perubahan
teknologi dalam pandangan instrumental konsisisten dengan peningkatan kuantitas
dan beragam artifak. Sedangkan kemajuan technological didefinisikan
sebagai fungsi kuantitas dan kepentingan dari kebutuhan manusia yang dapat
memuaskan mereka dalam perangkat teknologis yang dapat dipakai (Quintanilla
1998).
Pandangan ketiga, yang merupakan pendekatan
yang dilakukan oleh Quintanilla (1996) dalam Quintanilla (1998), yaitu dari
pendekatan praksiologis, dasar dari entitas teknologis bukanlah sistem
pengetahuan (pandangan kognitif) maupun set dari artifak (pandangan
instrumental), tetapi lebih merupakan sistem yang kompleks yang dibentuk dari
artifak-artifak ditambah dengan penggunanya atau intentional operator.
Dari pandangan tersebut, Quintanilla (1998) dapat membuat karakterisasi dari
sistem teknologis sebagai sistem-sistem aksi yang secara intensional
diorientasikan pada transformasi objek konkret agar memperoleh, dalam tingkat
efisiensi, hasil yang bernilai. Perubahan teknologis konsisten dalam mendesain
dan memproduksi sistem teknik yang baru dan dalam pengembangan yang berkaitan
dengan efisiensi. Sedangkan kemajuan teknologis dapat diinterpretasikan sebagai
kenaikan kekuasaan manusia dalam mengendalikan realitas. Sistem teknisnya yang
baru dan lebih efisien diaplikasikan pada bagian yang baru dan lebih luas dari
realitas yang berarti kapasitas tertinggi untuk melakukan adaptasi realitas
bagi kepuasan manusia.
Dari pandangannya mengenai
praksiologis tersebut, Quintanilla (1998) kemudian memberikan inti dari
kemajuan teknologis. Pertama, Tujuan teknologi adalah untuk meningkatkan
kekuasaan manusia dalam mengendalikan dan menciptakan realitas. Kedua,
Pengembangan teknologis memiliki dimensi ganda, yaitu inovasi dan efisiensi. Ketiga,
dalam mengkarakterisasikan kemajuan teknis sebagai peningkatan kekuasaan
manusia terhadap realitas, strategi yang perlu dilakukan secara konsisten
adalah dengan mendefinisikan fungsi kemajuan teknologis yang dikombinasikan
dengan inovasi dan efisiensi.
Yang menjadi masalah dalam pemikiran
Quintanalla (1998) adalah akhir dari artikelnya tersebut, ketika teknologi
dihadapkan dengan masalah moral. Menurutnya, tidak ada kaitan antara teori
kemajuan teknologis dan pertanyaan yang berkaitan dengan nilai-nilai moral,
ekonomi, sosial, dan lainnya. Menurut Quintanalla (1998), hal tersebut jelas
dalam dua hal; pertama, penjelasan tujuan sistem teknis adalah komponen
esensial dari definisi sistem teknis itu sendiri. Kedua, konsekuensi
praktis berkaitan dengan teori standar kemajuan teknologis (yang telah
dijelaskan di atas) tidak hanya diakibatkan dari tingkat inovasi dan efisiensi
teknis saja, tetapi kondisi material kehidupan manusia.
Pemikiran
filosofis dari teknologi yang dilakukan Quintanalla (1998) tersebut, adalah
bentuk dari tercerabutnya nilai-nilai dalam kebudayaan manusia sekaligus
terpisahnya teknologi dari ibu kandungnya, yaitu sains.
0 komentar:
Posting Komentar